Selasa, 23 Juni 2009

PERANG DEMAK DAN MAJAPAHIT

PERANG MAJAPAHIT vs DEMAK
Alkisah, sepulang dari Giri, sang patih melaporkan hasil penaklukan terhadap
Giri yang dipimpin oleh orang Cina beragama Islam bernama Setyasena. Ia
membawa senjata pedang bertangkai panjang. Pasukannya berjumlah tiga ratus
yang pandai bersilat dengan kumis panjang berkepala gundul, berpakaian serba
seperti haji.

Dalam berperang mereka lincah seperti belalang. Sementara pasukan Majapahit
menembaki. Akibatnya, pasukan Giri tampak jatuh berjumpalitan tidak mampu
menerima peluru. Senapati Setyasena menemui ajal.

Pasukan Giri melarikan diri ke hutan dan gunung. Sebagian juga berlayar dan
lari ke Bonang dan terus diburu oleh pasukan Majapahit. Sunan Giri dan Sunan
Bonang yang ikut dalam perahu itu dikira melarikan diri ke Arab dan tidak
kembali ke Majapahit.

Maka Sang Prabu memerintahkan patih untuk mengutus ke Demak lagi, memburu
Sunan Giri dan Sunan Bonang karena Sunan Bonang telah merusak tanah
Kertosono. Sedangkan Sunan Giri telah memberontak, tidak mau menghadap raja,
bertekat melawan dengan perang.

Sang Patih keluar dari hadapan Raja untuk kemudian memanggil duta yang akan
dikirim ke Demak. Tetapi, tiba-tiba datang utusan dari Bupati Pati
menyerahkan surat terkenal (Menak Tanjangpura), mengabarkan bahwa Adipati
Demak Babah Patah telah menobatkan diri sebagai Raja Demak.

Sedangkan yang mendorong penobatan itu adalah Sunan Bonang dan Sunan Giri.
Para Bupati di Pesisir Utara dan semua kawan yang sudah masuk Islam
mendukung. Raja baru itu bergelar Prabu Jimbuningrat atau Sultan Syah Alam
Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak, atau Sultan
Adi Surya Alam di Bintoro.

Pasukannya berjumlah tiga puluh ribu lengkap dengan senjata perang, terserah
kepada Patih cara menghadap kepada raja. Surat dari Pati itu bertanggal 3
Maulud tahun Jimakir 1303 masa kesembilan wuku Prabangkat. Kyai Patih sedih
sekali, menggeram sambil mengatupkan giginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar